ISTANA DI DALAM PAHA
ISTANA DI DALAM PAHA
oleh:
Pak Guru Top
Hujan telah berhenti
mengguyur bumi beberapa jam tadi. Namun, sisa rintiknya masih menghempaskan
kepedian ke relung hati Sandra teramat
dalam. Cobaan demi cobaan datang beruntun bagai gerbong kereta senja berjejer, berjalan
tak ada ujung. Sejak awal berumah tangga hingga punya anak dua, luka demi luka
menggores belum ada obatnya. Derita selalu terhampar tak kunjung jua sirna.
Sakit putrinya belum juga sembuh, Sandra mendengar kabar kalau suaminya masuk
penjara.
Walau, duka kian dalam
tertanam di dada, wanita yang pernah menjadi bunga di kampungnya itu mampu
memaksa bibirnya terseyum. Ada rasa bahagia dalam jiwa karena melihat dua buah
hatinya tertidur pulas. Terutama anak pertamanya, Wanda. Putri pertama Sandra
itu malam ini sangat menikmati tidurnya. Sukmanya melayang-layang bersama temannya
menuju suatu tempat yang jauh …,temapat yang tak pernah terjangkau oleh
kemampuan manusia. Teman yang dikenalnya beberapa bulan yang lalu sebelum Wanda
dilarikan ke rumah sakit.
“Tidurlah, jiwa!
Tidurlah, tambatan hati Mama. Tidurlah sayang…! Mama akan selalu di sini menjagamu!” ucapan lembut
Sandra kepada putrinya yang sakit sejak ditinggal papanya.
Sandra merebahkan tubuh
geringnya di belakang Wanda. Dia menatap dalam dua buah hati yang menjadi
harapan hidup dan sebagai pengobat luka atas semua derita. Ibu muda cantik itu
mengelus lembut rambut kedua putrinya bergantian. Ciuman kasih sayang selalu
didaratkan di pipi kanan, pipi kiri, dan kening kedua gadis kecilnya yang belum menahu beban hidup yang berat melekat
di pundak Sandra.
Sandra mencoba
memejamkan mata. Namun, kedua bola matanya tak mau mengatup. Pikirannya membawa
ingatannya ke masa lalu. Bagaimana suaminya bekerja keras siang malam memulai
membangun usaha sehingga nasib mujur berpihak pada keluarganya. Herman,
suaminya mampu telah mewujudkan cita-cita yang ditawarkan kepadanya sebelum
membina rumah tangga. Suaminya mampu membawanya dari rumah kontrakan kecil yang
setiap malam pada musim hujan tidak bisa tidur karena genteng bocor ke rumah
megah laintai dua bersertifikat hak milik sendiri.
Namun, Badai datang
sangat tiba-tiba. Kejayaan yang
diberikan suami tercinta begitu cepat tercabut dari akarnya. Kesuksesan yang hingggap dalam
hidupnya yang dibangun bersama suaminya bertahun-tahun harus terenggut secara
paksa. Mulai dari truknya yang menabrak orang sehingga Herman harus
mengeluarkan berpuluh juta uang untuk menebus sopirnya dari penjara sampai
gudang tempat usahanya terbakar. Kini kepedihanlah yang bertahta. Sebagai
manusia biasa goyah kadang menyelinap masuk dalam jiwa. Api yang menyala abadi
dalam jiwa menghanguskan jiwa yang kian rapuh. Namun, semua itu ditepisnya.
Kepahitan yang telah
ditelan berbulan-bulan tayang di benak Sandra mulai ditimbunnya dengan
keyakinan dan kepasrahan jiwa. Dikatupkan bola matanya yang indah berharap
malam melaju dengan cepat. Berharap esok hari
akan terang kembali seterang harapan dan cita-citanya bersama Herman,
lelaki yang telah dipilihnya menjadi imam dalam hidupnya 10 tahun lalu. Lelaki
yang tiga bulan lalu harus pergi meninggalkan anak istrinya merantau ke
sumatra. Lelaki yang kini mendekam dipenjara karena bukan kesalahannya.
Belum juga lima menit
sukma Sandra melayang-layang meninggalkan jasad yang bergelayut beban hidup
yang berat. Tubuhnya sudah digoyang-goyangkan oleh bijih mata pertamanya.
“Ma…! Ma…! Ma….! Bangun
Ma…..! Ma..! Bangun Ma…!”
Sandra tersentak kaget.
Dia mencoba mengembalikan kesadarannya yang baru saja berenang-renang di alam
mimpinya. Kesedarannya perlahan terbuka.
“Ada apa, sayang…!”
“Lihat, Ma! Di dalam
paha Wanda sebelah kanan ada bangunan yang megah seperti istan!” kata Wanda
kepada mamanya dengan mengarahkan jari telunjuknya ke paha kanannya. “Ini lo Ma,
lihat….! Di situ juga ada gadis kecil seumuran dengan
aku. Dia senyum-seyum. Wajahnya cantik.
Dia memakai baju putih. Gadis kecil itu melambai-lambaikan tangannya memanggil
aku.”
Sandra mengarahkan
pandangannya ke paha Wanda sebelah kanan. Namun dia tidak melihat apa-apa. Dia tidak
segera menanggapi kata-kata anaknya. Bahkan, ia pura-pura tidak mendengar
kata-kata yang diucapkan putri yang sering sakit-sakitan itu. Ingatannya
melesat membuka kembali peristiwa satu setengah bulan yang lalu ketika temannya,
Akilah dan suaminya yang bernama Zainuddin menjenguk Wanda di rumah sakit.
Suami Akila mengatakan bahwa ada kekuatan energi negatif yang besar dalam tubuh
Wanda. Menurut mata batin penggila batu
akik itu Wanda sakit tidak wajar, di dalam tubuh Wanda ada bangunan yang megah
mirip istana beserta penghuninya.
Namun, perkataan Zainuddin
waktu itu dianggap aneh dan ngoyo woro oleh Sandra. Lebih-lebih
kata-kata yang dilontarkan Zainuddin yang menurut Sandra tidak masuk akal sama
sekali bahwa di dalam paha anaknya yang sebelah kanan terdapat istana beserta
penghuninya.
“Mana mungkin dalam paha anakku ada istana? Aneh..!
Dasar sinting! Edan..! Wong ra waras!” Banyak sekali makian yang keluar dari mulut Sandra waktu
itu setelah Akila dan suaminya mohon diri dari ruangan Wanda.
Sebetulnya, keganjilan
sudah tumbuh pada diri Wanda jauh sebelum Herman mengalami kebangkrutan. Pernah
suatu waktu Sandra melihat anaknya ketawa cekikikan sendiri di dapur.
” Kakak kok ketawa sendirian
ada apa?” tanya Sandra kepada anaknya.
”Aku diajak bermain
anak-nak kecil yang tinggal di pohon duet belakang rumah Pak Kardi, Ma! Tadi
mereka berkunjung ke sini. Mereka pergi karena ada mama. Besok-besok mereka
berjannji akan ke sini lagi” jawab Wanda.
Wanda juga pernah
hilang pada saat diajak mamanya di balai desa. Waktu itu Sandra ikut senam
ibu-ibu PKK yang diselenggarakan setiap hari Kamis sore. Setelah selesai senam
Sandra tidak mendapati anaknya. Sandra mencoba mencari Wanda di seluruh ruangan
balai desa namun tidak ada. Dicari di rumah juga tidak ada. Orang sekampung menjadi heboh atas hilangnya Wanda. Mereka
beramai-ramai terjun mencari Wanda di setiap sudut desa sampai di sawah dan dadah. Namun, hasilnya nihil. Wanda
tidak bisa dibawa pulang. Baru, sekitar
pukul 9 Wanda ditemukan di kamarnya. Katanya, dia diajak teman barunya menuju
ke istananya.
Pernah juga bocah kecil
itu mengalami ketakutan yang luar biasa. Dia berterik-teriak karena melihat
orang hitam, tinggi besar punya tanduk. Namun, kejadian-kejadian semua itu
ditanggapi biasa saja oleh Sandra.
“Mama, kok malah diam!” kata bocah kecil itu ketika menunggu agak
lama reaksi mamanya tentang istana dalam pahanya.
Sandra tersentak. Lamunannya
buyar seketika. Dia baru sadar kalau putrinya sedang menunggu jawaban dan
perhatian darinya. Sandra mencoba mengingat kata-kata dilontarkan kepadanya.
Namun, kata-kata Wanda tadi belum terbenam dalam benak sandra.
“Iya, ada apa sayang…!”
“Lihat, Ma…! Ada istana di paha Wanda. Di situ ada gadis yang seumuran dengan aku. Dia
senyum-seyum. Wajahnya cantik. Dia
memakai baju putih,” Wanda mengulangi kata-katanya.
“ Istana kok di dalam paha kakak! Kakak
jangan bercanda, ah!”
“Betul, Ma! Wanda tidak bohong. Coba
lihat, Ma…!Ini, di paha kakak yang kanan, yang ada hitam-hitamnya ini.”
“Coba mama mau lihat! Mana? Mama kok gak
lihat apa-apa?”
“Ini lo, Ma…!” kata Wanda dengan
mengangkat paha kanannya.
Sandra mengarahkan
pandangannya ke paha anaknya sebelah kanan. Dia berharap melihat istana di
dalamnya. Namun, Sandra tetap saja tidak dapat melihat istana yang dimaksud
putrinya. Dia hanya menangkap bercak-bercak hitam bekas luka. Bercak hitam itu sisa luka tiga bulan yang lalu
sebelum Wanda dilarikan ke rumah sakit. Bercak
hitam yang berbentuk seperti bisul itu
secara tiba-tiba ada di tubuh Wanda, tidak diketahui penyebabnya. Di
dalam luka itu ada garis-garis hitam. Jika garis-garis hitam itu disentuh dan
ditarik seperti rambut yang panjang.
“Ma….! Mama…! Wanda
takut…!” jerit Wanda secara tiba-tiba.
“Kakak, takut apa?”
“Takut kepada orang
itu, Ma….!”
“Mana…? Di sini kita
hanya bertiga. Tidak ada orang lain!”
“Itu, Ma… di pojok
kamar kita!”
“Mana…? Di pojok itu
tidak ada siapa-siapa, kok!”
“Ada Ma! Itu, lo Ma….!”
Wanda mengarahkan jari telunjuknhya ke pojok kamar sementara matanya di
benamkan ke tubuh mamanya. “ Ada orang badannya hitam, tinggi, besar, berbulu
dan mempunyai tanduk di pojok kamar kita! Di dekat orang itu ada wanita cantik
memakai baju putih, rambutnya panjang! Wanda takut, Ma….! Orang itu yang selalu
jahat kepada kepada kita!”
Kata-kata Wanda
benar-benar telah menusuk relung hati Sandra yang paling dalam. Ketakutan mulai
menyelimuti jiwanya. Kulit tubuhnya merinding. Dia mendekap putrinya semakin
erat. Kepala Wanda dibenamkan Sandra ke tubuhnya dalam-dalam. Benaknya
menangkap makluk halus yang dimaksud
anaknya pasti, Gendruwo dan istrinya, kuntilanak. Kedua makhluk itu memang
sangat menyeramkan bagi Sandra. Makhluk itulah yang dikatakan Zainuddin waktu
itu sebagai penghuni istana.
Sandra berusaha tenang
tatapi gurat ketakutan tetap hinggap dalam jiwanya. Hatinya menangis. Namun,
tangisan jiwanya, ia sembunyikan. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak
terjatuh di depan Wanda. Dia berusaha
mengatur napas agar pikiran dan perasaannya tenang. Ditariknya napas
dalam-dalam kemudian perlahan dia
bicara.
“Jangan takut ya, Sayang…! Di sini kan, ada
mama!” Sandra mencoba meredam ketakutan Wanda.
Dengan hati yang berdebar
kencang dan dengan keberanian yang dipaksakan, Sandra menatap tajam paha
anaknya. Dia mengucapkan doa-doa sebisanya. Mulutnya komat-kamit membaca
doa-doa yang diingatnya.
“Ma…, badan ku panas
sekali! Udah, Ma..jangan baca doa!
Walau Wanda kejang-kejang
dan berteriak-teriak badannya sakit dan
panas semua, Sandra tidak memperdulikan keadaan putrinya. Dia semakin keras membaca doa. Tidak beberapa lama Wanda rebah
di tempat tidur. Gadis kecil itu pingsang beberapa saat lamanya. Setelah Wanda sadar, dia mengatakan kalau orang
tinggi besar dan wanita cantik itu sudah hilang. Istana di pahanya pun sudah tidak
kelihatan. Sandra menghela napas panjang. Ucapan syukur “Alhamdulillah” dilantunkan tak terkira dalam hati.
Kemudian, Sandra mendekap putrinya erat-erat.
Diciumi kening dan pipinya. Belaian
kasih sayang diusapkan di rambut dan tubuh putrinya. Setelah putrinya memejamkan
mata. Sandra cepat-cepat ambil air wudhu untuk sholat tahajud dan membaca al-Quran.
Dia berharap makluk-makluk itu betul-betul telah meninggalkan putrinya. Semoga
Genderuwo dan Kuntilanak itu telah pergi jauh dari kehidupan Wanda. Dia
bertekat esok pagi akan pergi ke orang pintar untuk kesembuhan putrinya. Dia
juga ingin membuktikan kebenaran mata batin Zainuddin bahwa kebangkrutan
suaminya juga ada kaitannya dengan istana dalam tubuh putrinya. Walau dia masih
bingung kemana dan kepada siapa orang yang akan mampu menutup lukanya dan
kesembuhan anaknya,Wanda. Dalam hati ada keyakinan pasti ada jalan terang yang
membentang di depan. “Puasa pasti ada buka. Luka pasti ada obatnya” batinnya.
Setelah sholat tahajut 2 rakaat ditambah sholat witir 3 rakaat dan sholat hajat 2 rokaat tidak kenyamanan yang didapat Sandra. Tubuhnya terasa berat. Seperti ada beben yang sangat berat bertengger dipunggunya. badannya terasa panas. Seperti dipanggang di atas api.
Setelah sholat tahajut 2 rakaat ditambah sholat witir 3 rakaat dan sholat hajat 2 rokaat tidak kenyamanan yang didapat Sandra. Tubuhnya terasa berat. Seperti ada beben yang sangat berat bertengger dipunggunya. badannya terasa panas. Seperti dipanggang di atas api.