Oleh: Pak Guru Top (Sutopo Saryani)
Memang benar pepatah Jawa
kalau witeng tresno jalaran soko kulino . Buktinya, temanku Harun
sekarang sudah punya anak dua. Dulu dia menikah tidak atas dasar cinta. Harun
sebagai seorang lelaki sih, okey-okey saja ketika bapaknya menawarkan Zaenab
sebagai calon istrinya. Karena dia tidak pernah bisa menarik perhatian
cewek-cewek. Harun tidak pernah punya pacar. Dia orangnya kaku dan lugu.
Berbeda dengan Zaenab. Dia
seorang gadis yang manis. Sudah barang tentu banyak cowok yang
menaksirnya. Gadis cantik ini tidak mau
dijodoh-jodohkan. “Sekarang bukan Zamannya Siti Nurbaya! Sekarang kuda gigit
roti bukan gigit besi!” begitu argumen penolakan Zaenab kepada ayahnya ketika
ditawarkan Harun sebagai jodohnya. Tetapi, pemberontakan Zaenab sia-sia.
Ayahnya tetap bersikeras akan menikahkan dia dengan Harun. Meski, Zaenab
mengancam ingin minggat kalau dia
tidak dinikahkan dengan Lukman kekasihnya.
Pak Nardi, Ayah Zaenab tidak peduli. Pesta perkawinan tetap
digelar dengan meriah. Acara akad nikah berjalan lancar. Zaenab secara hukum
agama dan negara resmi menjadi istri Harun. Bukan main senangnya Harun mempunyai
istri cantik. Tetapi, dia tidak menyangka kalau jalan terjal akan dilaluinya.
Tidak seindah dalam bayangnya.
Setelah acara nyelapan nganten, Harun dan Zaenab
diarak keluarga dan tetangga menuju rumah barunya. Pak Ali, ayah Harun dan Pak
Nardi sepakat memisah mereka menempati rumah sendiri agar Zaenab bisa memiliki
tanggung jawab sebagai seorang istri. Berharap cinta Zaenab kepada Harun akan
tumbuh bersemi. Selain itu, agar Harun dan Zaenab cepat punya momongan untuk memperkokoh
hubungan rumah tangga mereka. Juga mempererat hubungan besanan antara keluarga besar Pak Ali dan Pak Nardi.
Namun, apa yang terjadi? Zaenab tidak pernah mengangap Harun sebagai suami.
Kalau malam Zainab tidak mau tidur dengan Harun takut kalau dia diperkosa. Dia
malah lebih memilih tidur di kandang sapi. Atau
kalau tidur di kamar Zaenab memakai celana berlapis-lapis. Jika siang Zaenab di rumah orang tuanya. Dia tidak
pernah mau tahu apakah Harun sudah makan atau belum. Dia juga tidak pernah mau
tau Harun sudah pulang kerja atau belum. Dia berkehendak sesuka hatinya.
Seolah-olah dia belum berkeluarga. Kejadian itu berlangsung kurang lebih dua
tahun.
Selama dua tahun, Harun belum pernah menyentuh istrinya sama
sekali sebagai layaknya suami istri. Dia belum pernah menikmati tubuh indah
istrinya. Berbagai sarat dan cara sudah ditempuh orang tua dan mertuanya untuk
menundukkan kekakuan hati Zaenab. Tetapi, jampi-jampi dari para dukun dan para
kyai kayaknya tidak mempan meluluhkan hati Zaenab. Zaenab bersikukuh pada
pendiriannya. Seolah dia ingin menunjukkan kepada keluarganya terutama ayahnya
kalau hubungan perkawinan tanpa dasar cinta tidak akan menuai bahagia.
Dengan cara kekerasan juga
tidak bisa. Sudah berkali-kali Harun ingin memperkosa istrinya namun tidak
pernah berhasil. Setiap dia memdekati istrinya saat orang-orang tidur terlelap,
istrinya selalu bangun dan berteriak sehingga Harun gagal melaksanakan aksinya.
Pernah suatu malam Harun mencoba mendekati Zaenab yang sedang dalam keadaan
tidur terlelap, dia ingin menyalurkan hasrat seorang suami kepada sang istri,
tetapi apa yang didapat? Malah para tetangga datang berduyun-duyun menyambangi
rumahnya karena Zaenab teriak “Maling…..!!!”
“Gagal maneng Son…!” gerutu Harun dalam benaknya, menukil dari kata-kata yang
selalu diucapkan oleh musuh Si Ucil dalam sinetron TV yang berjudul Tuyul dan
Bak Yul setiap gagal menjalankan aksinya menangkap Ucil.
Harun ingin mengaku kalah kepada Zaenab. Dia kepengen
membebaskan Zaenab. Dia ingin menceraikan Zaenab. Tetapi, orang tuanya tidak
setuju lebih-lebih mertuanya. Harun
disuruh tetap mempertahankan rumah tangganya.
Harun disuruh tetap bersabar. Mereka tetap mempertahankan pepatah Jawa Witeng
tresno jalaran soko kulino. Kalau sering bertemu pasti akan tumbuh rasa
cinta dalam hati. Lebih-lebih kalau punya anak nanti. Pasti Zaenab akan cinta
kepada Harun.
Pada saat Harun mengutarakan
permasalahannya kepadaku. Aku mencoba menyarankan kalau dia sedikit perhatian
kepada Zaenab. Atau paling tidak dia berpenampilan menarik agar Zaenab bisa
jatuh cinta. Karena aku tau Harun itu kurang memperhatikan penampilannya.
Rambutnya agak gondrong tetapi jarang mau menyisir atau memakai minyak rambut.
Pakaiannya juga kurang rapi. Dia orangnya kurang romantis, kaku, kurang bisa
bergaul.
Rupanya saranku dipakai
Harun. Dia memakai jurus alih perhatian bukan belas kasihan dan juga bukan kekerasan.
Agar mendapatkan perhatian Zaenab, dia harus punya kepedulian. Untuk itu, setiap
habis gajian dia membelikan Zaenab baju bahkan perhiasan. Setiap malam Minggu, Harun
mengajak Zaenab jalan-jalan sekedar berbelanja segala keperluan atau menikmati malam
mingguan. Namun, Zaenab terkadang tidak pernah mengindahkan.
Harun juga merubah sedikit
penampilan. Rambutnya dicukur. Dia terlihat sedikit ganteng. Bajunya pun
sekarang mulai rapi. Dia mulai pakai minyak rambut dan memakai minyak wangi.
Kini Harun tidak kayak yang dulu lagi. Dia agak rapi. “Ya…,biar disayang
istri!” bisiknya dalam hati.
Zaenab diam-diam sedikit
memperhatikan perilaku dan perlakuan Harun. Tetapi, tidak pernah ia tampakkan. Sinyal
perubahan hati Zaenab ditangkap juga oleh Harun. Namun, keras hati Zaenab belum
juga hancur. Belum juga luluh. Harun belum juga bisa menikmati malam
pertamanya. Belum bisa menjebol gawang pertahanan Zaenab.
”Gimana hasilnya?” tanyaku
kepada Harun saat dia bertemu dengan aku di warung kopi.
“Belum ada hasil, Pan!”
“Terus rencana kamu?”
“Rumah tanggaku tetap aku
pertahankan. Sudah terlanjur e Pan!”
“Apa dia masih minta cerai
terus?”
“Masih.”
“Terus, jawabmu gimana?”.
“Aku tidak akan ceraikan
kamu. Silahkan kamu gugat aku di pengadilan. Kalau aku suruh ceraikan kamu,
jangan pernah berharap. Terus aku tambahi gini, kalau kamu minta cerai, aku ceraikan.
Dengan satu syarat, aku bisa menikmati
tubuh kamu dulu baru aku ceraikan! Gimana?”
“Edan
kuwe! begitu
jawab Jaenab. Terus dia pergi Pan”
“Dah, begini saja. Kamu buat
dia cemburu. Kalau tiap sore atau malam Kamu pergi dengan berpenampilan rapi.”
“Ya, akan aku coba!”
Setiap malam Harun mengajakku pergi. Kadang, pergi jalan-jalan ke Pati ataupun
sekedar pergi ngopi. Yang penting bagi Harun bisa menghibur diri. Biar tidak loro ati. Ingin mengetahui sikap istri .
Setiap akan pergi, Harun aku suruh pamit kepada istrinya. Awalnya, memang
istrinya tidak pernah memperhatikan Harun. Tetapi, setelah berkali-kali pergi
malam istrinya memperhatikannya. Setiap
Harun akan pergi istrinya selalu menatap lama. Agaknya Zaenab mulai
cemburu. Kelihatannya cinta mulai
tersemai dalam hati Zaenab. Tetapi, dia tetap belum mau disentuh Harun.
Dia tetap pertahankan keperawanannya.
Suatu malam, Harun akan pergi
seperti biasa. Pada saat Harun akan pamit kepada Zaenab, Zaenab pura-pura
sakit. Suhu badan Zaenab sangat tinggi.
Rupanya itu akal-akalan Zaenab saja biar Harun tidak jadi pergi. Terang saja
badannya panas. Karena menurut tetangga yang melihat. Zaenab tadi siang berkali-kali
mandi. Habis mandi terus berjemur diri di terik matahari. Itu dilakukan
berkali-kali sehingga tubuh Zaenab prampang.
Karena itulah, panas tubuh Zaenab
tinggi.
“Aku
ingin malam ini kamu jangan pergi. Aku sedang sakit. Badanku panas sekali.”kata
Zaenab kepada Harun dengan mendekapkan tangannya di tubuhnya sambil pura-pura menggigil
ketika Harun akan pamit bersiap berangkat.
Kemudian Harun meletakkan punggung telapak tangan kanannya di kening
Zaenab. Dia mencoba memastikan keadaan Zaenab. Betul juga. Kulit punggung
tangan Harun merasakan hawa panas yang tersalur dari kening Zaenab.
“Ya, baiklah aku tidak akan pergi malam ini,” jawab
Harun.
Ada pengharapan yang besar di
hati Harun. Hatinya tersenyum bangga. Tidak sia-sia pengorbanannya selama dua
tahunan untuk menaklukkan keras hati Zaenab. Malam ini menuai hasilnya. Zaenab
sudah mau minta pertolongan Harun. Berarti pintu hati sudah mulai terbuka untuknya.
Berbeda dengan waktu dulu saat Zaenab sakit. Dia meminta ibunya untuk
menemaninya dan mengurus semua keperluannya. Waktu itu Zaenab tidak mau menerima kebaikan hati Harun.
“Tetapi, kalau kamu pengen pergi,
silahkan?”kata Zaenab untuk memastikan kesanggupan Harun.
“ Baiklah, malam ini Aku tidak akan pergi kemana-mana. Aku akan temani kamu kalau kamu
mengizinkan. Kamu istirahat saja ya? Ayo, aku bantu ke kamar kamu!”
Kemudian, Harun memapah
istrinya menuju ke kamar. Harun tampak gugup dan canggung. Begitu juga Zaenab. Terlihat
dari perubahan wajah mereka berdua. Mereka seperti baru kenal saja. Padahal
mereka sudah saling mengenal bertahun-tahun. Apalagi, saat mereka saling
bersentuhan. Saat tangan Harun memegang
tangan dan pinggang Zaenab untuk menopang tubuh Zaenab waktu berjalan, darah kedua
suami istri itu mendesir. Darah mengalir cepat dari kaki sampai ke ubun-ubun.
Perasaan nikmat dan bahagia singgah di hati mereka.
Dalam diri Zaenab terdapat
perasaan yang meluap-luap. Perasaan yang tak pernah ada dalam hidupnya selama
ini. Perasaan itu semakin kuat saat tubuh
moleknya direbahkan di kasur dan Harun melepaskan rangkulan yang melingkar di
tubuhnya. Rasanya, Zaenab ingin tangan Harun jangan sampai terlepas dari
tubuhnya. Dia juga tidak ingin Harun beranjak meningalkan kamarnya. Dia
berharap malam ini sampai pagi ditemani Harun, suaminya. Tetapi, dia tidak
berani mengucap. Dia malu. Dia malu pada
dirinya sendiri. Malu kepada perlakuannya kepada Harun selama ini.
“Zaenab, Kamu istirahat saja
dulu ya? Aku mau ke dapur untuk membuatkan teh hangat untuk kamu,” kata Harun
lirih.
Zaenab hanya diam. Dia hanya
menganggukkan kepala. Dia tidak mampu mengucap apa-apa. Dia jadi serba salah. Sebetulnya,
bukan teh hangat yang dibutuhkan saat ini. Tetapi, kehangatan cinta dan belaian
seorang suami kepada sang istri. Ketika, tubuh Harun hilang di balik pintu dia
memaki dirinya sendiri. Mengapa dia tidak menahan kepergian Harun? Atau mengapa
dia tidak menarik tangan Harun untuk tetap di tempat tidur? “Ah, bodohnya aku!”
maki Zaenab dalam hati.
Sebenarnya, dalam adegan tadi
, Harun hampir tidak kuat menguasai diri. Dia hampir tidak kuat menahan gejolak jiwa
seorang lelaki yang sudah dipendam hampir dua tahun. Dalam benaknya tadi muncul
pikiran-pikiran yang kotor dan jahat
untuk menuntaskan nafsu lelaki kepada Zaenab. Tetapi, pikira-pikiran itu
buru-buru ditepisnya. Untuk meredamnya, dia meminta diri pergi ke dapur dengan alasan
membuat teh manis untuk Zaenab. Karena Harun sangat mencintai Zaenab. Dia ingin
mendapatkan kesucian cinta bukan sekedar dapat tubuh Zaenab saja. “Bukankah kesucian
hanya diperolah dari hati yang bersih lagi suci?”batinnya.
Harun ingin mendapatkan cinta
Zaenab terlahir dari lubuk hati Zaenab yang paling dalam. Cinta itu lahir tanpa
kekerasan tanpa menyakitkan. Sekarang, Harun telah memenangkan pertarungan.
Sekarang, cinta itu telah bersarang dan tumbuh berkembang di hati Zaenab. Cinta
itu diperolehnya dari buah kesabaran dan kelembutan serta ketulusan yang
memerlukan perjalanan panjang.
Setelah selasai membuatkan
teh hangat dan mengunci pintu rumah, Harun menuju kamar istrinya. Sesampai di
kamar, dia mendapati istrinya telah tidur. Harun menyangka kalau istrinya sudah
tidur. Padahal, Zaenab hanya pura-pura tertidur karena Zaenab ingin melihat
reaksi dari suaminya. Dia malam ini ingin memasrahkan dirinya kepada Harun yang
mulai malam ini sudah dianggap sebagai suami secara lahir dan batin. Namun, dia
tidak tau dari mana cara memulainya.
“Zaenab, ini tehnya,” kata
Harun sambil menggoyangkan tubuh Zaenab.
Zaenab tidak menyahut
kata-kata Harun. Dia malah sengaja merubah posisi tidurnya. Dari posisi miring
menjadi terlentang. Harun mengamati tubuh istrinya dari atas hingga sampai
bawah. Dia sangat mengagumi kecantikan istrinya. Dia geleng-geleng kepala.
Sungguh bahagia jika dia dapat memiliki Zaenab seumur hidupnya. Sementara Zaenab
menunggu reaksi Harun. Karena tidak ada reaksi apa-apa, Zaenab pura-pura
bangun. Dia menguap seperti layaknya orang habis bangun tidur. Kemudian, dia
perlahan menarik tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di papan ujung tempat
tidur.
“Maaf, aku tertidur,”kata
Zaenab dengan menguapkan mulutnya.
“I..ni, tehnya!” kata Harun
dengan gugup.
Harun berdiri kaku dan mematung.
Merasa tidak enak diperhatikan terus
oleh Zaenab kemudian dia menyodorkan gelas yang digenggamnya kepada istrinya
itu. Karena posisi mereka agak jauh, Harun mendekat dan mencoba memberanikan
diri duduk di sebelah Zaenab. Zaenab menerima teh yang diberikan Harun dengan
kedua tangan. Sengaja untuk menggenggam tangan Harun. Terdapat sensasi yang
luar biasa saat tangan mereka bersentuhan.
“Terima kasih,” Jawab Zaenab dengan menekan
kedua tangannya di punggung tangan kanan harun. Dia pun menatap mata suaminya
dengan dalam yang menyiratkan makna kepasraahan jiwa dan raga seorang istri
kepada suami.
Gayung pun bersambut. Setelah
gelas diserahkan, Harun meraih tangan kiri istrinya dan mendekap tangan lembut
itu dengan kedua tangannya. Harun juga membalas tatapan itu. Mereka saling
menatap agak lama. Keduanya mulai tersenyum. Naluri mereka sama. Hasrat mereka
juga sama. Kemudian Zaenab meminum beberapa teguk air teh hangat yang terdapat
dalam gelas. Setelah minum, dengan bahasa isarat dia menyuruh Harun meletakkan
gelas di meja kamar yang ada sebelah Harun. Harun mengerti maksut Zaenab. Tanpa
disuruh dua kali dia meletakkan gelas itu di atas meja. Setelah itu, mereka
saling genggam tangan. Harun mulai berani mencium tangan dan membelai dengan
lembut rambut Zaenab. Pikiran mereka melambung ke awan.
“Tok! Tok..! Tok! Zaenab..!
Harun…! Buka pintu Nak…!
Tiba-tiba mereka dikejutkan
dengan suara pintu yang di ketuk seseorang. Mereka berdua meyakinkan lagi
pendengarannya. Apa betul pintu rumah mereka atau rumah tetangga? Harun dan
Zaenab memasang telinga.
“ Zaenab..!”
“Harun…!”
“Buka pintu Nak…!”
“Kak…, buka pintu!”
Terdengan teriakan lagi. Zaenab
semakin yakin yang di depan pintu rumahnya itu keluarganya. Dia kenal betul suara
yang memanggil-manggil namanya dan nama
suaminya itu. Itu adalah suara ibunya
dan kedua adiknya. Memang betul yang bertandang ke rumahnya adalah ayah, ibu
dan dua adiknya. Malam ini, mereka berencana akan menginap di rumahnya.
“Ya, tunggu sebentar…..!”
teriak Zaenab di dalam kamar.
Kemudian Zaenab bangkit dari
tempat tidur dan meminta izin keluar
kepada Harun. Harun melepaskan istrinya dengan sedikit kekecewaan. Namun,
kekecewaan itu segera dihilangkan.
“Gagal maneng Son…..!” gerutu
Harun dalam hati.
Posting Komentar