DRAMA


A.    Pengertian
Drama merupakan karya sastra yang diproyeksikan diatas pentas. Berbeda dengan karya sastra lainnya, seperti puisi dan prosa, Drama terbentuk atas dialog-dialog. Karena diproyeksikan untuk pementasan, drama sering juga disebut seni pertunjukan atau teater.
Karena itu drama dapat pula diartikan sebagai bentuk karya sastra yang menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh berbeda dengan lakuan serta dialog yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

B.     Sekilas tentang Drama
Drama dari kata draienatau draomaidalam bahasa Yunani yang berarti berbuat, kejadian, risalah. Dapat dikatakan bahwa drama adalah bentuk karya sastra yang mempertunjukkan sifat atau budi pekerti manusia dengan gerak dan percakapan yang dipentaskan.
Drama muncul dari upacara agama, yaitu pemujaan terhadap dewa Dionysos (dewa anggur atau dewa kesuburan ) yang diselenggarakan empat  kali setahun. Adapun asal mula drama, yaitu: upacara primitive, nyanyian untuk menghormati pahlawan di kuburannya yang berwujud seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan, yang kemudian diperagakan dalam bentuk drama; kegemaran manusia mendengarkan cerita.
Di Indonesia, drama dalam taraf awalnya juga merupakan suatu upacara agama. Hanya, sifatnya lebih  puitis dibanding di Barat. Di Barat dengan bercerita, di Indonesia dengan membacakan mantra-mantra, termasuk dengan dukungan tari dan musik. Di Barat terdapat pemisahan yang tegas antara pelaku dan penonton. Di Indonesia penonton justru terlibat dengan pertunjukan / pemain.
Teater dari teotron, diturunkan dari theomai yang berarti takjub melihat, memandang. Teater memiliki 3 pengertian:
1.      Gedung pertunjukkan, yaitu sejak jaman thucudides (471- 395 SM)
2.      Publik / Auditorium, yaitu jaman Plato (428- 348 )
3.      Karangan tonil, jaman Herodotus (490/480- 424).
Dikenal pula istilah sandiwara, yang dicipta oleh PKG Mangkunegoro VII, sebagai istilah tooneel (Belanda) yang berarti pertunjukan. Menurut Kihajar Dewantara, sandi berarti lambang wara artinya wewarah. Ciri drama teater telah ada dalam wayang orang dan ketoprak di Jawa,
Drama adalah bentuk karangan yang berpijak pada dua cabang kesenian, yakni: seni sastra dan seni pentas. Sebagai seni sastra, drama harus ditulis memenuhi syarat-syarat sebagai karya sastra seperti alur dan penokohan. Namun drama tujuannya dipentaskan kita juga harus memperhatikan syarat-syarat pementasan.
C.    Unsur-unsur Drama
Drama adalah karya sastra yang tersusun dari unsur intrinsik dan ekstrinsik.Unsure intrinsic adalah unsure yang membangun sebuah drama dan berada di dalam drama itu sendiri seperti tokoh, dialog, alur, latar, dan sebagainya. Adapun unsure ekternsik adalah unsur yang berada di luar drama, namun bekaitan dengan cerita tersebut. Unsur yang dimaksud antara lain, adalah sosial budaya, politik, hankan, dan lain-lain pada saat drama itu diciptakan.
Unsur intrinsik
1.      Tema
2.      Tokoh / Penokohan
a.      Tokoh
Tokoh dalam drama, terdiri dari:
1)      Protagonis, tokoh yang berperan utama sebagai tokoh idaman;
2)      Antagonis, tokoh yang berperan sebagai pesaing atau penentang dari tokoh utama;
3)      Peran pembantu, figuran, yakni tokoh yang kehadirannya mendampingi tokoh utama.
Tokoh adalah individu atau seseorang yang menjadi pelaku cerita. Pelaku cerita atau pemain drama disebut aktor (pria) dan aktris (wanita). Tokoh dalam cerita fiksi atau drama berkaitan dengan namausia, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaan.
Tokoh-tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan seperti berikut ini.
1)   Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya tokoh diklasifikasikan sebagai berikut.
a)   Tokoh protagonis yaitu tokoh utama yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua tokoh protagonis.
b)   Tokoh antagonis yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya ada seorang tokoh utama yang menentang cerita.
c)   Tokoh tritagonis yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis.
2)   Berdasarkan peranannya
Berdasarkan peranannya tokoh diklasifikasikan menjadi tiga.
a)   Tokoh sentral yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan dalam drama. Tokoh sentral merupakan penyebab terjadinya konflik. Tokoh sentral meliputi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
b)   Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai perantara tokoh sentral.
c)   Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua drama menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
Contoh:
Dalam cerita Romeo dan Juliet tokoh protagonis yang sekaligus juga tokoh sentral adalah Romeo dan Juliet. Tokoh utama yang sekaligus juga tokoh tritagonis adalah pendeta Lorenso dan wakil keluarga Capulet. Tokoh-tokoh lain, seperti tentara pangeran, inang, wakil-wakil Montague, dan wakil-wakil Capulet yang lain adalah tokoh-tokoh pembantu.
b.      Penokohan
Penokohan adalah penggambaran yang jelas tentang seseorang yang akan ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan ini erat hubungannya dengan  perwatakan. Perwatakan disebut juga penokohan. Perwatakan/penokohan adalah penggambaran sifat batin seseorang tokoh yang disajikan dalam cerita. Perwatakan tokoh-tokoh dalam drama digambarkan melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku sang tokoh. Penggambaran watak tokoh dalam naskah drama erat kaitannya dalam pemilihan setting atau tempat terjadinya peristiwa.
Watak para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional). Penggambaran itu berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis, psikologis, dan sosiologis). Keadaan fisik biasanya dilukiskan paling awal, baru kemudian sosialnya. Pelukisan watak tokoh dapat langsung pada dialog yang mewujudkan watak dan perkembangan lakon, tetapi dapat juga dijumpai dalam catatan samping (catatan teknis dalam teks).
1)      Keadaan fisik
Yang termasuk keadaan fisik tokoh adala umur, jenis kelamin, cirri-ciri tubuh, cacat jasmani, ciri khas yang menonjol, suku bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus/gemuk, atau suka senyum/jemberut.
Misalnya, orang yang mempunyai leher pendek mudah tersinggung. Serang yang mempunyai leher panjang mempunyai watak sabar.
2)      Keadaan psikis
Keadaan psikis tokoh meliputi watak, kegemaran, psikologis yang dialami, dan keadaan emosi.
3)      Keadaan sosiologis
Keadaan sosiologis tokoh meliputi jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, dan ediologi
3.      Alur
Jalan cerita dalam drama diwujudkan melalui dialog dan gerak yang dilakukan para pemain. Selain berfungsi untuk mendukung karakter tokoh, dialog yang dilakukan dalam drama juga harus dapat menunjukkan alur cerita drama. Melalui dialog-dialog antar pemain, penonton dapat mengikuti jalan cerita drama yang disaksikan. Oleh karena itu, dialog harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap alur cerita drama.
Alur drama berkembang secara bertahap, mulai konflik yang sederhana, konflik yang kompleks, sampai pada penyelesaian konflik. Perkembangan alur drama ada enam tahap, yaitu eksposisi,konflik, komplikasi, krisis, resolusi, dan keputusan.
1)         Eksposisi
tahap perkenalan, berupa penjelasan untuk mengantarkan penonton pada situasi awal drama.
2)         Konflik 
tokoh sudah terlibat dalam persoalan pokok drama. pada tahap ini, mulai ada insiden. Insiden pertama inilah yang memulai alur drama sebenarnya karena insiden merupakan konflik yang menjadi dasar drama,
3)         Komplikasi
insiden berkembang dan menimbulkan konflik yang semakin banyak dan ruwet, tetapi semuanya masih menimbulkan tanda tanya.
4)         Krisis/klimak
pada tahap ini berbagai konflik mencapai puncak/ klimaks. Tahap ini merupakan tahap puncak ketegangan.
5)         Resolusi
dalam tahap ini, dilakukan pemyelesaian konflik. Jalan keluar konflik muali tampak jelas.
6)         Keputusan
 pada tahap ini semua konflik berakhir.            
4.      Setting           
Setting diciptakan penulis/pengarang untuk memperjelas satuan peristiwa dalam cerita agar menjadi logis atau konkretisasi sebuah tempat agar penonton, pembaca mempunyai pembayangan yang tepat terhadap berlangsungnya satuan peristiwa. Selain itu, setting juga diciptakan untuk menggerakkan emosi atau kejiwaan pembaca/ penonton. Secara emotif penonton/pembaca diharapkan mempunyai daya khayal yang lebih dalam sesuai dengan kedalaman pengalaman dan pikirannya.
Misalnya:
Pelaku yang berada di antara deretan pedagang-pedagang kaki lima, bukan di sebuah plaza atau supermarket, pembaca/penonton akan menangkap kesan kesedihan, bahkan kemiskinan.
Setting atau tempat kejadian cerita sering disebut juga latar cerita. Setting meliputi tiga dimensi.
a.      Setting tempat
Setting tempat adalah tempat terjadinya cerita dalam drama. Setting tempat tidak dapat berdiri sendiri. Setting tempat berhubungan dengan  setting ruang dan waktu.
Misalnya:
Untuk cerita Diponegoro  setting tempatnya jelas di Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tahun 1925–1830, tempatnya di desa, baik di dalam rumah maupun di medan gerilya.
Setting waktu adalah waktu/zaman/periode sejarah terjadinya cerita dalam drama. Setting waktu juga terjadi di waktu siang, pagi, sore, ataupun malam. Setting waktu dapat digambarkan dengan tata lampu.
Misalnya:
Untuk cerita yang terjadi pada waktu malam digunakan lampu yang berwarna gelap dan lampu dihidupkan redup.
b.      Setting ruang
Setting ruang dapat berarti ruang dalam rumah atau latar rumah. Hiasan, warna, dan peralatan dalam ruang akan memberi corak tersendiri dalam drama yang dipentaskan.
Misalnya:
Di ruang tamu keluarga modern yang kaya akan berbeda dengan ruang tamu keluarga tradisional yang miskin. Ruang tamu keluarga modern akan dipenuhi dengan barang-barang berharga dan sofa yang nyaman dan besar. Sebaliknya ruang tamu keluarga miskin hanya dapat ditemukan bangku atau kursi yang sudah tua atau reyot.
Penokohan dan  setting dalam drama tampak jelas dalam dialog.

5.      Dialog (Percakapan)
Naskah drama memiliki ciri khas berbentuk cakapan atau dialog. Dialog yang ditulis oleh pengarang naskah drama adalah dialog yang akan diucapkan di atas panggung.
Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan dialog dalam naskah drama.
1)      Dialog harus mencerminkan percakapan sehari-hari, karena drama merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari.
2)      Ragam bahasa yang digunakan dalam dialog drama adalah bahasa lisan yang komunikatif dan bukan ragam bahasa tulis.
3)      Diksi (pilihan kata) yang digunakan dalam drama harusberhubungan dengan konflik dan plot. Misalnya, pada awal cerita disajikan dialog-dialog panjang, tetapi menjelang  klimaksdialognya sudah agak pendek.
4)      Dialog dalam naskah drama juga harus bersifat estetis, artinya memiliki bahasa yang indah.
5)      Dialog harus dapat mewakili tokoh yang dibawakan, baik watak secara psikologis, sosiologis, maupun fisiologis.
6)      Saat memainkan drama seorang tokoh harus berperilaku seperti yang digambarkan dalam dialog.
6.      Perlengkapan
Perlengkapan seperti kostum, tata panggung, tata lampu, musik, dan nyanyian merupakan pendukung gagasan yang ikut berpengruh dalam penyampaian gagasan kepada pendengar/penonton.
 
D.    Stuktur Drama
Struktur dasar sebuah drama terdiri atas tiga bagian, yaitu prolog, dialog, dan epilog.
1.      Prolog
Prolog merupakan pembukaan atas peristiwa dalam drama. Dalam sebuah prolog dapat dikemukakan penjelasan tentang karakter setiap tokoh, gambaran setting, dan uunsur-unsurnya.
2.      Dialog
Dialog merupakan media kisahan yang melibatkan tokoh-tokoh drama yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak seorang tokoh beserta konflik-konflik yang dihadapinya. Ada tiga elemen yang mendukung dialog yaitu, tokoh, wawancang, dan kramagung.
a.      Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mempunyai peran yang lebih dibandingkan pelaku-pelaku lain, sifatnya bisa protagonois dan antagonis.
b.      Wawancang
Wawancang adalah dialog atau percakapan yang harus diucapkan oleh tokoh cerita.
c.       Kramagung
Kramagung adalah petunjuk perilaku, tindakan, atau perbuatan yang harus dilakukan oleh tokoh. Dalam naskah drama, kramagung dituliskan dalam tanda kurung (biasanya dicetak miring).
3.      Epilog
Epilog adalah bagian terakhir dari sebuah drama, fungsinya untuk menyampaikan intisari atau maksud cerita.

E.     Jenis-Jenis Drama
1.      Drama tragedi
Yaitu drama yang penuh dengan kesedihan. Hal ini disebabakan pelaku utama dari awal sampai akhir pertunjukan senantiasa kandas dalam melawan nasibnya yang buruk.
Contoh:
a.       Nyai Dasima.
b.      Ken Tambunanan.
c.       Prabu dan Putri, oleh Rustandi Kartakusuma.
d.      Ken Arok dan Ken Dedes, oleh Moh Yamin SH.
2.      Drama komedi
Yaitu drama penggeli hati. Drama komedi ini berisi sindiran atau kecaman terhadap orang-orang atau suatu keadaan pelaku yang terdapat dalam masyarakat serta berakhir dengan kegembiraan.
Contoh:
a.       Liburan Seniman, oleh Umar Ismail.
b.      Tuan Amin, oleh Amal Hamzah.
c.       Si Bakhil, terjemahan Nur Sutan Iskandar dari karangan Moliere, Pujangga perancis.
3.      Drama tragedi-komedi
Yaitu drama tentang kesedihan, tetapi disamping itu kita juga jumpai hal-hal yang menggembirakan hati kita.
Contoh:
a.       Api, oleh Umar Ismail
b.      Saija en Adinda (petikan dari roman Max Havelaar karya Multatuli).
4.      Lelucon atau dagelan atau lawakan
Yaitu drama yang menyebabkan penonton tertawa dari awal sampai akhir perunjukan.
Contoh:
a.       Pak Bendul.
b.      Pak Pandir.
c.       Gareng, Petruk, dan Semar
5.      Opera
Yaitu drama yang berisi nyanyian dan musik. Perkataan opera berasal dari bahasa Itali yang berarti perbuatan.
6.      Operet
Yaitu opera yang lebih pendek.
7.      Pantomime
Yaitu drama yang disampaikan dengan gerak-gerik dan isyarat saja tanpa kata-kata.
8.      Tableau
Tableau sama dengan pantomime, yaitu tanpa kata-kata sipelakunya.
9.      Sendra tari
yaitu drama yang disampaikan dalam bentuk tarian.
 
F.     Alat-Alat Pembantu Drama
1.      Babak
Drama terdiri atas beberapa babak, tetapi tidak sedikit pula sandiwara yang hanya satu babak. Drama biasanya dianggap baik kalau terdiri atas 5 babak. Tiap babak ditandai dekor tertentu.
2.      Adegan,
Tiap-tiap babak terdiri atas beberapa adegan. Jadi berbeda dengan babak, perubahan tiap adegan itu tidak disertai perubahan dekor.
3.      Prolog, yaitu kata pendahuluan yang membuka babak pertama. Prolog memberikan pemandangan tentang para pelaku drama serta konflik atau pertentangan yang akan mereka alami di atas pentas.
4.      Dialog, yaitu percakapan antara beberapa orang pelaku.
5.      Monolog, yaitu percakapan seorang pelaku dengan dirinya sendiri.
6.      Mimik, yaitu gerak-gerik raut muka serta isyrat.
7.      Epilog, yaitu kata penutup yang mengakhiri drama guna menyimpulkan dan menarik pelajaran dari apa yang telah dipertunjukkan.
8.      Kramagung,yaitu gerak-gerik tokoh yang ditulis di dalam kurung atau ditulis miring atau dicetak tebal.
 

Posting Komentar

 
Top